
REHABILITASI BAGI ANAK YANG TERLIBAT DALAM TINDAK PIDANA TERORISME
- Prof. Dr. Dra. MG. Endang Sumiarni, S.H., M.Hum
- Maria Christussa Nasamputu, S.I.Kom., M.Hum.
ISBN: 978-623-10-7343-3
Terbit: 31 Januari 2025
Ukuran: 15,5 x 23 cm
Versi Cetak: Tidak Tersedia
Versi Digital: Tersedia
Rehabilitasi bagi anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme belum sesuai dengan asas kepentingan terbaik bagi anak. Sebelas anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme divonis hakim hukuman penjara dan ditempatkan di lembaga pembinaan yang masih tergabung dengan lembaga pemasyarakatan orang dewasa. Anak semula ditempatkan di LPKA kemudian dipindahkan ke Lapas karena sulit dibina, dan lokasi LPKA tersebut juga masih menjadi satu bangunan dengan Lapas dewasa. Hal tersebut memicu gagalnya proses pembinaan dan perkembangan anak karena terpengaruh perilaku narapidana terorisme dewasa di sekitarnya. Konfrontasi penentuan anak sebagai korban atau pelaku yang berakibat pada anak itu sendiri. Hak anak untuk mendapatkan perlindungan hukum sepatutnya dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Undang-undang berupa pasal-pasal yang dibuat diperlukan harus sungguh-sungguh memperhatikan segala situasi anak dan fakta empiris yang terjadi dalam suatu kondisi sosial kemasyarakatan. Prosedur dan proses penanganan anak sebagai pelaku terorisme juga belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, baik dalam penangkapan, penyidikan, maupun persidangan. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak belum terdapat pasal khusus mengenai penanganan dan rehabilitasi anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme. Dalam Peraturan BNPT Nomor 1 Tahun 2021 tentang Koordinasi Pelaksanaan Deradikalisasi Bagi Tersangka, Terdakwa, Terpidana, dan Narapidana Tindak Pidana Terorisme hanya mencakup koordinasi deradikalisasi dan rehabilitasi secara umum yakni untuk dewasa maupun anak, sedangkan seharusnya anak mendapat treatment yang berbeda dari orang dewasa. Konsep rehabilitasi bagi anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme harus mengedepankan asas kepentingan terbaik bagi anak yang mencakup 3 (tiga) hak pokok anak yakni hak prosedural, substantif, dan interpretatif. Anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme berhak mendapat pendampingan khusus dari psikolog anak. Psikolog anak yang nantinya menentukan model rehabilitasi terbaik bagi masing-masing anak. Anak harus difasilitasi oleh negara dengan cara memberikan kebutuhan dasar mereka melalui perawatan, perlindungan, pengembangan, pengobatan, dan reintegrasi sosial yang tepat. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan humanis dan ramah anak demi kepentingan terbaik anak dan rehabilitasi mereka.